Pada tahun 2025, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia menghadapi perubahan penting dalam sistem perpajakan. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengumumkan berakhirnya tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% yang berlaku sejak 2018. Mulai tahun 2025, UMKM harus beralih ke sistem perpajakan yang lebih kompleks, termasuk kewajiban pembukuan dan pelaporan pajak yang lebih rinci.
Perubahan Tarif PPh Final UMKM
Tarif PPh Final 0,5% sebelumnya diberlakukan untuk UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun. Namun, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, tarif ini hanya berlaku selama tujuh tahun sejak pendaftaran wajib pajak. Oleh karena itu, bagi UMKM yang terdaftar pada atau sebelum tahun 2018, tarif PPh Final 0,5% berakhir pada tahun 2025. Mulai tahun tersebut, UMKM harus beralih ke sistem perpajakan umum dengan menggunakan tarif progresif sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Pembebasan Pajak untuk Omzet Hingga Rp500 Juta
Sebagai bagian dari upaya mendukung pertumbuhan UMKM, pemerintah memberikan pembebasan pajak bagi UMKM dengan omzet hingga Rp500 juta per tahun. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban pajak pelaku usaha kecil dan mendorong mereka untuk tetap beroperasi secara formal dalam sistem perpajakan Indonesia.
Baca Juga : Ilmuwan Nuklir Iran Tewas dalam Serangan Rudal Israel
Kewajiban Pembukuan dan Pelaporan Pajak
Dengan berakhirnya tarif PPh Final 0,5%, UMKM diwajibkan untuk melakukan pembukuan yang mencakup pencatatan seluruh transaksi usaha, termasuk pendapatan dan biaya. Pembukuan ini penting untuk menghitung penghasilan neto dan menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Selain itu, UMKM juga harus menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi dengan melampirkan laporan keuangan yang telah disusun.
Pilihan Metode Penghitungan Pajak
Setelah berakhirnya tarif PPh Final, UMKM memiliki dua opsi dalam menghitung pajak penghasilan:
-
Pembukuan Lengkap:
UMKM menyusun laporan keuangan yang mencakup neraca dan laporan laba rugi untuk menghitung penghasilan neto. -
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN):
UMKM dapat menggunakan persentase tertentu dari omzet sebagai penghasilan neto, sesuai dengan jenis usaha dan wilayah usaha. Untuk menggunakan metode ini, UMKM harus menyampaikan pemberitahuan kepada DJP paling lambat saat menyampaikan SPT Tahunan.
Dampak Perubahan terhadap UMKM
Perubahan dalam sistem perpajakan ini memiliki dampak signifikan bagi UMKM, antara lain:
-
Peningkatan Beban Administrasi:
UMKM harus menyusun laporan keuangan yang lebih rinci dan memenuhi kewajiban pelaporan pajak yang lebih kompleks. -
Kewajiban Pembayaran Pajak Lebih Tinggi:
Dengan beralih ke tarif progresif, UMKM mungkin menghadapi kewajiban pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif PPh Final 0,5%. -
Perluasan Akses ke Fasilitas Keuangan:
Pembukuan yang baik dapat meningkatkan transparansi keuangan UMKM, memudahkan mereka dalam mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan.
Perubahan dalam sistem perpajakan UMKM di Indonesia pada tahun 2025 menandai langkah menuju sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan. Meskipun ada tantangan dalam transisi ini, UMKM yang mempersiapkan diri dengan baik, termasuk menyusun pembukuan yang rapi dan memahami kewajiban perpajakan, akan dapat memanfaatkan peluang yang ada dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.